JAKARTA, Warta Maritim Indonesia - Kementerian Perhubungan cq. Ditjen Perhubungan Laut melalui
Direktorat Kesatuan Penjagaan Laut dan Pantai (KPLP) mengeluarkan Telegram
berisikan Instruksi Dirjen Perhubungan Laut kepada seluruh jajarannya. Untuk
meningkatkan pengawasan keselamatan dan keamanan pelayaran serta perlindungan
lingkungan maritim di wilayah kerja Unit Pelaksana Teknis (UPT) masing-masing.
Instruksi ini tertuang dalam bentuk
telegram No. 55/PHBL-2019 tertanggal 27 Agustus 2019 yang ditujukan kepada para
Kepala Kantor Kesyahbandaran Utama, Kepala Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas
Pelabuhan (KSOP), Kepala Kantor KSOP Khusus Batam, serta Kepala Kantor Unit
Pelaksana Pelabuhan (UPP) di seluruh Indonesia.
Direktur KPLP, Ahmad dalam keterangan kepada awak media mengatakan
instruksi tersebut dilakukan sebagai tindaklanjut dari kecelakaan kapal berupa
tubrukan, tenggelam, kandas, dan terbakar di wilayah DLKR/DLKP yang terjadi
akhir-akhir ini.
“Untuk itu Dirjen Perhubungan Laut
menginstruksikan kepada seluruh jajaran Ditjen Perhubungan Laut agar
bertanggung jawab terhadap keselamatan dan keamanan pelayaran sehingga kedepan
lebih awas dan sigap dalam bertugas,” ujar Ahmad di Jakarta,Kamis (29/8/2019).
Menurut Ahmad, pengawasan penerbitan
Surat Persetujuan Berlayar (SPB) juga ditingkatkan, khususnya bagi kapal-kapal
penumpang, kapal RoRo Penumpang, serta kapal-kapal lainnya sesuai dengan ketentuan
Permenhub Nomor PM.82 Tahun 2014 yang mempertimbangkan kondisi cuaca serta
aspek keselamatan lainnya.
Kegiatan embarkasi dan debarkasi
penumpang juga harus diawasi dengan baik untuk memastikan jumlah penumpang
tidak melebihi kapasitas yang diizinkan sesuai dengan daftar penumpang, serta
memastikan tidak adanya barang bawaan yang berbahaya serta melebihi kapasitas.
“Tidak kalah penting adalah
mengingatkan para Nakhoda dan Operator Kapal untuk memastikan penumpang tidak
berada dalam kendaraan ketika di atas kapal dan memastikan kendaraan-kendaraan
tersebut dilassing dengan baik dengan kondisi mesin dimatikan untuk menjaga
stabilitas kapal,” kata Ahmad.
Untuk kegiatan bonkar muat barang
berbahaya dan barang khusus harus mendapatkan persetujuan dari Syahbandar dan
dilakukan dengan pengawasan langsung.
“Selain kegiatan bongkar muat barang
berbahaya dan barang khusus, kegiatan pengelasan, bunkering, dan kegiatan
gandeng kapal juga harus mendapatkan persetujuan dari Syahbandar dan dilakukan
dengan pengawasan langsung,” tegas Ahmad.
Lebih lanjut, Ahmad menjelaskan seluruh
petugas Ditjen Perhubungan Laut yang bertugas di lapangan juga harus memastikan
kapal-kapal yang berlabuh dapat digerakkan setiap saat, memiliki ABK yang
cukup, memiliki alat-alat penolong yang lengkap dan dapat berfungsi dengan baik
sesuai dengan jumlah ABK/Penumpang, alat-alat pemadam kebakaran serta alat-alat
penanggulangan pencemaran.
“Nakhoda dan Operator Pelabuhan juga
diwajibkan menyerahkan manifest penumpang, daftar ABK, serta manifest muatan
sebelum kapal diberikan SPB,” ucapnya.
Selain dari pemeriksaan tersebut,
Ahmad mengatakan agar seluruh petugas di lapangan harus mengawasi pergerakan
lalu lintas kapal, khususnya pada kegiatan pemanduan dan penundaan kapal serta
melakukan monitoring secara terus menerus.
“Saya juga menginstruksikan agar
kapal-kapal patroli, alat-alat Search and Rescue (SAR), serta personilnya untuk
selalu siap siaga untuk digerakkan apabila terjadi kecelakaan Kapal serta
musibah di Perairan Indonesia,” imbuhnyta.
(MUNAWAR).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar