SURABAYA (Wartamaritimindonesia.com) - Sebagai bagian dari upaya mempercepat reformasi sektor logistik, para perwakilan dari institusi kepabeanan negara anggota ASEAN berkumpul di Surabaya untuk mengikuti Regional Workshop on Time Release Study (TRS) yang digelar selama dua hari, 18-19 Juni 2025.
Workshop ini bertujuan untuk mengoptimalkan efisiensi pengelolaan logistik
internasional, dengan fokus pada penerapan Coordinated Border Management
(CBM) dan National Logistics Ecosystem (NLE), yang dianggap krusial
dalam meningkatkan daya saing pelabuhan dan memperlancar arus barang di kawasan
Asia Tenggara.
Kegiatan ini diselenggarakan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai
Kementerian Keuangan RI, bekerja sama dengan RT4D (Regional Trade for
Development), Lembaga Konsultasi bagian dari kerja sama ASEAN-Australia-New
Zealand FTZ (AANZ-FTA) dan World Customs Organization (WCO) yang hadir secara
daring, serta dihadiri oleh perwakilan dari instansi kepabeanan, operator
pelabuhan, serta pelaku logistik dari berbagai negara ASEAN. Workshop ini
mengusung tema “Enhancing Cross-Border Cooperation and Efficient Trade
Facilitation through Time Release Study,” yang menggarisbawahi pentingnya
kerja sama lintas batas antarnegara untuk meningkatkan efisiensi dan
transparansi proses kepabeanan.
Time Release Study (TRS), sebagai metodologi pengukuran waktu yang
diperlukan dari kedatangan barang di pelabuhan hingga keluarnya barang dari
kawasan pabean, menjadi instrumen kunci dalam menganalisis hambatan-hambatan
yang ada dalam proses logistik. Melalui studi ini, negara-negara ASEAN berupaya
mengidentifikasi dan mengurangi titik-titik kemacetan yang selama ini
memperlambat arus barang di perbatasan, sekaligus mendorong harmonisasi
prosedur kepabeanan.
"Saya ucapkan selamat datang kepada para delegasi otorita
kepabeanan di negara ASEAN. Perkembangan globalisasi ekonomi dunia, memerlukan
cara pandang yang juga berkembang. TRS menjadi hal yang sangat penting untuk
meningkatkan efisiensi dan efektivitas border. Dengan workshop TRS ini, para
peserta dapat berbagi wawasan untuk menemukan best practice guna menghadapi
dinamika perdagangan global," ujar Direktur Teknis Kepabeanan DJBC, Susila
Brata, dalam sambutannya.
Salah satu sorotan utama dalam workshop ini adalah pembahasan mengenai Coordinated
Border Management (CBM), suatu konsep yang menekankan pentingnya koordinasi
antara berbagai lembaga yang terlibat dalam pengelolaan perbatasan, termasuk
bea dan cukai, otoritas pelabuhan, serta instansi terkait lainnya. Melalui
pendekatan ini, diharapkan dapat tercipta sistem yang lebih terintegrasi dan
efisien dalam memfasilitasi perdagangan lintas batas.
Salah satu rangkaian penting dalam workshop ini adalah kunjungan ke
Terminal Petikemas Surabaya (TPS), anak perusahaan Subholding Pelindo Terminal
Petikemas (SPTP), di bawah PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo). Kunjungan delegasi
di TPS dipimpin oleh Kepala Kantor Bea Cukai Tanjung Perak, Dwijanto Wahjudi. TPS
yang merupakan salah satu pelabuhan utama di Indonesia, memiliki peran sangat
strategis dalam mendukung arus logistik internasional, terutama dalam mendukung
upaya percepatan alur perdagangan antarnegara.
Sekretaris Perusahaan TPS, Erika A. Palupi, menjelaskan bahwa pihaknya
terus berupaya meningkatkan kinerja operasional melalui berbagai inisiatif,
termasuk standarisasi, digitalisasi dan integrasi sistem untuk kinerja lebih baik
setiap waktu. Salah satunya adalah integrasi sistem kepabeanan dengan teknologi
pelabuhan, yang bertujuan untuk mempercepat proses clearance barang dan
mengurangi biaya logistik.
"Pelindo, melalui SPTP dan TPS, berkomitmen untuk mendukung
implementasi National Logistics Ecosystem (NLE) dengan membangun
infrastruktur yang lebih canggih dan efisien. Kami telah melakukan berbagai
inovasi, seperti pemanfaatan platform digital yang saling terhubung antar
instansi dan mempersingkat proses di pelabuhan hingga diterima oleh konsumen
dengan tetap memastikan pengawasan atas keamanan barang," ujar Erika.
Sebagai operator terminal petikemas yang berada di wilayah Pelabuhan
Utama Tanjung Perak, TPS berperan penting dalam meningkatkan efisiensi logistik
nasional melalui berbagai langkah strategis. Salah satu langkah signifikan yang
ditempuh adalah penerapan sistem informasi berbasis teknologi digital yang
memungkinkan integrasi antar semua pihak yang terlibat dalam proses logistik,
termasuk otoritas kepabeanan, pengusaha logistik, serta pengelola pelabuhan.
Menurut Erika, untuk menciptakan efisiensi yang lebih baik, TPS telah
mengembangkan berbagai platform digital yang menghubungkan seluruh stakeholder dalam rantai pasok, mulai
dari importir, eksportir, hingga lembaga kepabeanan. Platform ini memungkinkan
proses administratif yang lebih cepat, mengurangi pengeluaran biaya logistik,
serta meningkatkan visibilitas dan transparansi dalam rantai pasok. Bahkan, TPS
memastikan pula keamanan rantai pasok melalui skrining cargo via XRay dan HicoScan.
"Untuk memfasilitasi integrasi antarsistem logistik yang lebih
efisien, Pelindo juga menerapkan konsep single window yang memungkinkan
proses clearance barang secara elektronik dan real-time. Hal ini mempercepat
pengurusan dokumen dan meningkatkan transparansi, yang pada akhirnya mengurangi
waktu tunggu dan biaya logistik," kata Erika.
Tidak hanya itu, TPS juga aktif dalam mengimplementasikan National
Logistics Ecosystem (NLE) yang terintegrasi secara nasional. NLE bertujuan
untuk mengurangi hambatan administratif, meningkatkan efisiensi distribusi
barang, dan menciptakan sistem logistik yang transparan dan berkelanjutan.
Dengan dukungan dari sistem kepabeanan yang lebih digital dan terkoordinasi,
Pelindo melalui SPTP dan TPS berupaya untuk mendorong efisiensi dalam seluruh
proses logistik Indonesia, yang pada gilirannya akan meningkatkan daya saing
Indonesia di pasar global.
TPS mengelola terminal
internasional dan domestik. Arus peti kemas melalui terminal yang dikelola TPS
pada 2024 mencapai 1.584.774 TEUs, sedangkan hingga lima bulan pertama 2025
mencapai 632.567 TEUs.
Workshop ini juga menjadi momentum penting untuk mempererat kerja sama
ASEAN dalam memajukan sektor logistik yang efisien, efektif, dan berkelanjutan.
Para peserta sepakat bahwa melalui koordinasi yang lebih baik dan integrasi
teknologi, kawasan ASEAN dapat menciptakan sistem perdagangan yang lebih
efisien dan menguntungkan bagi seluruh negara anggota.
(Red.WMI/daeng R. Rola).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar