Pasalnya, hak bagi
kapal yang melakukan navigasi atau pelayaran internasional yang melintas di
wilayah laut kepulauan Indonesia, terutama pada jalur ALKI telah diatur dalam
hukum internasional dan perundang-undangan nasional.
Ketentuan
sebagaimana dimaksud diatur dalam Konvensi Hukum Laut Internasional atau United
Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS) dan Peraturan Pemerintah
Nomor 37 Tahun 2002 tentang Hak dan Kewajiban Kapal dan Pesawat Udara Asing
dalam Melaksanakan Hak Lintas Alur Laut Kepulauan Melalui Alur Laut Kepulauan
yang ditetapkan.
"Kapal-kapal
yang melakukan hak lintas alur laut kepulauan harus melintas secepat mungkin
tanpa berhenti, dan tidak boleh dihalang-halangi oleh negara pantai. Lebih
lanjut, dalam UNCLOS juga diatur bahwa kapal asing yang melintas laut wilayah
suatu negara tidak boleh dikenakan biaya atas perlintasan tersebut," jelas
Direktur Kenavigasian, Hengki Angkasawan di Jakarta hari ini (20/6).
Menurutnya, dalam
UNCLOS juga diatur bahwa biaya hanya dapat dikenakan pada kapal asing yang
melintas laut territorial sebagai pembayaran atas layanan tertentu yang
diberikan kepadanya.
Pelayanan tertentu
tersebut misalnya layanan pemanduan kapal secara sukarela (voluntary pilotage
service/VPS), layanan jasa pertukaran awak kapal, bunkering bahan bakar dan air
bersih, provision store dan garbage management, maupun underwater maintenance
and repair.
"Pengenaan
biaya-biaya tersebut tentunya dilakukan sesuai aturan perundang-undangan dan
besarannya yang telah ditetapkan dalam peraturan Penerimaan Negara Bukan Pajak
(PNBP) dan biaya seperti ini akan dibebankan kepada semua kapal yang menerima
layanan tanpa diskriminasi," imbuh Hengki.
Prinsipnya,
pengaturan alur laut dengan adanya TSS di Selat Sunda dan Selat Lombok
semata-mata untuk peningkatan keselamatan dan keamanan pelayaran juga
perlindungan lingkungan maritim di kedua selat yang terbilang padat tersebut.
Pihaknya menilai,
terkait wacana pengembangan jasa kemaritiman di Selat Sunda dan Selat Lombok
masih perlu dikaji lebih lanjut baik dari aspek bisnis, tata ruang, keselamatan
dan keamanan pelayaran.
Sebagaimana
diketahui, TSS di Selat Sunda dan Selat Lombok
segera diimplementasikan mulai tanggal 1 Juli 2020. Hal ini menjadikan
Indonesia sebagai negara kepulauan pertama di dunia yang memiliki TSS melalui
pengesahan oleh International Maritime Organization (IMO) yang berada di dalam
ALKI (Alur Laut Kepulauan Indonesia) I dan ALKI II.
Ini merupakan
prestasi Indonesia khususnya Kementerian Perhubungan yang telah berjuang
mengusulkan proposal TSS di Selat Sunda dan Selat Lombok tersebut selama lebih
dari 2 tahun agar dapat diterima oleh negara-negara anggota IMO.
(ARIP S./Red WMI).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar