BOGOR, Warta Maritim Indonesia - Pengaktifan Automatic Identification System
(AIS) di seluruh kapal yang berlkayar di periaran Indonesia, selain meningkatkan
keselamatan dan keselamatan pelayaran, juga dapat menjadi alat mencegah penyelundupan
Narkoba dan Ilegal Fishing.
Demikian disampaikan Direktur
Jenderal Perhubungan Laut yang diwakili oleh Direktur Kenavigasian, Basar
Antonius usai acara Sosialisasi Implementasi PM No.7 Tahun 2019 tentang
Pemasangan dan Pengaktifan AIS di Bogor Kamis (1/8/2019).
Basar Antonius menjelaskan
bahwa Pemerintah menaruh perhatian terhadap upaya peningkatan keselamatan dan
keamanan pelayaran. Salah satunya dilakukan dengan memberlakukan kewajiban
pemasangan dan pengaktifan AIS di kapal-kapal yang berlayar di Perairan
Indonesia baik kapal Nasional maupun kapal Asing.
Selain itu, AIS juga memberikan
dukungan terhadap implementasi penetapan Traffic Seperation Scheme (TSS) di
Selat Sunda dan Selat Lombok. Mengingat perhatian utama kapal-kapal asing yang
melintas adalah terkait pengaturan penggunaan dan pengaktifan terhadap kapal
non SOLAS.
"Dengan mengaktifkan AIS juga
mempermudah pengawasan terhadap tindakan-tindakan yang ilegal seperti
penyeludupan, narkoba maupun illegal fishing," ungkapnya.
Dengan mengaktifkan AIS, katanya
tentunya dapat mempermudah kegiatan SAR dan investigasi. Jika terjadi
kecelakaan kapal mengingat data kapal telah terekam. AIS juga mempermudah
monitoring pergerakan kapal-kapal di alur pelabuhan serta alur-alur lainnya
seperti di Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI). Selain di Indonesia, ungkap
Basar Antonius bahwa beberapa negara lain juga sudah mewajibkan kapal yang
masuk ke perairannya, untuk mengaktifkan AIS.
"AIS berbeda dengan VMS (Vessel
Monitoring System) karena AIS menggunakan frekuensi sangat tinggi dan dapat
menyampaikan laporan secara real time. Dalam pengoperasiannya tidak dikenakan
pembayaran bulanan karena menggunakan Radio Very High Frequency (VHF) 156 Mhz -
162 Mhz," jelas Basar.
Dalam pengoperasiannya, AIS dapat
langsung terdeteksi stasiun Vessel Traffic Service (VTS) terdekat. Sedangkan
VMS tidak terdeteksi oleh stasiun VTS terdekat karena peralatan VMS tidak
menggunakan gelombang radio Very High Frequency (VHF).
Lebih lanjut Basar menjelaskan bahwa
sebelumnya, Pemerintah telah meminta masukan dan tanggapan dari stakeholder
pelayaran juga masyarakat maritim. Sehingga substansi dari PM No. 7 tahun 2019
ini tentunya telah mengakomodir dengan melakukan penyesuaian yang diperlukan
dan pada akhirnya diundangkan tanggal 20 Februari 2019.
Basar juga mengatakan bahwa
Pemerintah tentunya tidak menutup mata dan semua masukan dalam pelaksanaannya
akan menjadi langkah korektif. Untuk kedepannya sehingga PM No. 7 tahun 2019
akan menjadi lebih baik dalam pelaksanaannya.
"Kami berharap agar stakeholder
pelayaran dan masyarakat maritim dapat mendukung salah satu upaya Pemerintah.
Untuk peningkatan keselamatan dan keamanan pelayaran dengan pemberlakuan PM
Nomor 7 tahun 2019 tentang kewajiban pemasangan dan pengaktifan AIS yang
diberlakukan mulai 20 Agustus 2019," pungkasnya.
Sebagai informasi, Peraturan Menteri
Perhubungan PM Nomor 7 Tahun 2019 Tentang Pemasangan dan Pengaktifan Sistem
Identifikasi Otomatis (AIS) Bagi Kapal yang Berlayar di Wilayah Perairan
Indonesia akan diberlakukan mulai tanggal 20 Agustus 2019 yang mewajibkan semua
kapal yang berlayar di perairan Indonesia memasang dan mengaktifkan AIS.
Sistem Identifikasi Otomatis
(Automatic Identification System) yang selanjutnya disebut AlS adalah sistem
pemancaran radio Very High Frequency (VHF) yang menyampaikan data-data melalui VHF
Data Link (VDL) untuk mengirim dan menerima informasi secara otomatis ke kapal
lain, Stasiun Vessel Traffic Services (VTS), dan/atau stasiun radio
pantai (SROP).
Ada dua kelas tipe AIS yang yaitu
AIS Kelas A dan AIS Kelas B. AIS Kelas A, wajib dipasang dan diaktifkan pada
Kapal Berbendera Indonesia yang memenuhi persyaratan Konvensi Safety of Life at
Sea (SOLAS) yang berlayar di wilayah Perairan Indonesia.
Sedangkan AIS Kelas B juga wajib
dipasang dan diaktifkan pada kapal-kapal berbendera Indonesia dengan ketentuan
antara lain, Kapal Penumpang dan Kapal Barang Non Konvensi berukuran paling
rendah GT 35, serta Kapal yang berlayar antar lintas negara atau yang melakukan
barter-trade atau kegiatan lain yang diatur dalam ketentuan peraturan
perundang-undangan di bidang kepabeanan.
Selain itu, yang wajib memasang dan
mengaktifkan AIS Kelas B adalah Kapal Penangkap Ikan yang berukuran paling rendah
GT 60.
Pengawasan penggunaan AIS dilakukan
oleh petugas Stasiun VTS, petugas SROP, pejabat pemeriksa keselamatan Kapal,
dan pejabat pemeriksa kelaiklautan Kapal Asing.
(MUNAWAR).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar